Tentang Pameran
3 minutes read
Dalam beberapa dekade terakhir, masalah lingkungan hidup telah berkembang menjadi isu global yang tidak hanya mengancam keseimbangan ekosistem, tetapi juga kehidupan manusia itu sendiri. Isu-isu seperti polusi udara, perubahan iklim, dan berkurangnya lahan hijau menjadi topik yang sering dibicarakan. Namun, di antara semua permasalahan lingkungan tersebut, sampah plastik menjadi salah satu ancaman paling serius dan paling sulit diatasi. Plastik, sebagai salah satu produk konsumerisme paling dominan, menyumbang volume sampah yang terus meningkat, sementara sifatnya yang sulit terurai membuatnya menjadi polutan yang sangat berbahaya bagi ekosistem. Dan Indonesia, sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia.
Meskipun kesadaran tentang pentingnya pengurangan sampah plastik telah meningkat, banyak inisiatif dan kampanye yang sudah dilakukan, namun perubahan perilaku masyarakat yang berkelanjutan masih terbatas pada gerakan yang sifatnya tren, tanpa ada dampak jangka panjang yang signifikan.
Yang terjadi saat ini sudah melampau batas wajar, manusia bukan sebagai penjaga tapi bagian dari perusak alam.
Sosok pitik hadir mencoba “bersuara”
Ayam/pitik dengan kokoknya yang kencang, lantang, cenderung tanpa henti dan selalu konsisten. Badan dan kakinya berani menerjang apapun yang ada di depannya, adalah modal pergerakan.
Pitik selalu dekat dengan tanah. Tempatnya menggaruk mencari makan, serangga, hewan sebesar kadal , ular kecil, tikus muda, juga benih/tanaman muda. Tanah adalah asupan dasar yang memberikan nutrisi bagi ayam, juga makhluk hidup lainnya. Indikator kesuburan tanah adalah dengan semakin seringnya para pitik menggaruk tanah, karena dengan demikian sirkular organik bisa berlangsung.
Sayangnya, tanah kita saat ini sudah penuh polutan sampah plastik. Gunungan sampah plastik tertimbun di tanah. Komposisi tanah bernutrisi yang tinggal sedikit sudah sangat tidak seimbang, selain berubah wujud menjadi ‘gunung’ gedung pencakar langit yang semakin menjulang, dinding-dinding pemukiman yang berdesakan, juga berganti menjadi lapangan semen. Lalu, di mana tanah yang masih sehat?
Para pitik susah bertemu dengan tanah. Kalaupun bertemu, yang mereka makan adalah plastik. Karena serangga, kadal kecil, ular kecil, tikus muda juga makan plastik. Pitik makan plastik, akhirnya dalam tubuh pitik kandungan plastiknya menjadi lebih banyak. Kita, manusia, pemakan pitik, tentu saja akhirnya tubuh kita akan termasuki plastik- plastik ini, rantai makanan yang tidak terelakkan. Belum lagi para mikro plastik saat ini semakin bebas penyebarannya di alam raya.
Para pitik dan kerabatnya menderita. Penderitaan yang dihadirkan oleh manusia, dan akan dirasakan dampaknya juga oleh generasi manusia berikutnya.
Pitik asli perlahan berubah menjadi artificial thing (tubuh penuh limbah plastik, material asli dan palsu bertarung memenangkan posisi).
Dalam Upaya terakhirnya, bangkitlah mitos pitik walik (ayam berbulu terbalik), pitik yang unik dan selalu mengambil jalan berbeda. Pitik walik hadir sebagai simbol konsistensi, keberanian bergerak menghadapi peringatan akan ketidakseimbangan alam. Yang mempunyai simpanan energi positif ; menangkal daya negatif, tolak bala, menolak ilmu sihir, santet ataupun getaran jahat, pertanda alam dan lain sebagainya. Kokoknya yang konsisten dan kencang membawa simbol peringatan atau pesan tertentu, peka terhadap hal-hal yang tidak biasa, terhadap perubahan atau ketidakseimbangan dalam alam.
Cara berjalannya berani menerjang apapun yang ada di depannya, simbol keberanian tampil beda, ajakan untuk berani memilih jalan yang unik, untuk tujuan yang baik dan membawa manfaat.
Para pitik memanfaatkan sisa kekuatan energinya sebagai pitik walik supaya masih bertahan hidup. Dengan daya upayanya yang tersisa, mereka berusaha bersuara, mengambil peran kecil membantu keberlangsungan bumi. Banyak perjalanan sudah mereka lakukan, Upaya demi upaya sudah diusahakan.
Senda Gurau,
Dalam perjalanan para pitik kali ini, mereka menemukan kebahagiaan. Pulang ke Yogyakarta, menemukan tanah, pohon dan udara bersih. Kebahagiaan yang harus dibagi, keadaan yang harus ditiru. Karya ini hadir untuk memberikan pesan kecil kepada manusia, bahwa ; selama ini kita sudah dijaga dan dirawat oleh alam, seyogyanya kita juga lebih menjaga dan merawatnya.
Semoga hati kita tergerak.
Karena masih panjang perjalanan, mengajak diri saya, diri kita ”para manusia berakal istimewa” ini untuk rethinking, berfikir ulang sebelum mereka melakukan hal apapun, supaya tidak mencederai bumi.
Mari kita kembali sadar, mengembalikan alam sebagaimana mestinya, pada keasliannya, keasriannya. Sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai bekal pahala kelak kita kembali kepadaNYA.
Ary Okta
November 2024
Pameran Tunggal Ary Okta
6 - 29 November 2024
Jiwa Gallery, Yogyakarta